Media Kampus Gelar Liliefors 2018

Media Kampus Gelar Liliefors 2018

Tanggal Posting (25-08-2018) Budhi Fatanza W.

Photo by: Eliza Tiara D.

Sabtu (25/08) pagi, auditorium Polstat STIS sudah dipenuhi antusiasme dan hawa positif mahasiswa yang hendak mengikuti kegiatan tahunan terbesar UKM Media Kampus, Klinik Kepenulisan, Desain Grafis dan Fotografi atau yang lebih populer disebut Liliefors 2018. Dengan mengusung tema yang sangat tepat untuk situasi saat ini, “How to Change The World: Move People with Creation”, Liliefors 2018 yang disponsori oleh Bukupedia (bukupedia.com) ini menghadirkan tiga pembicara yang mumpuni di masing-masing bidang klinik. Adalah Sweta Kartika pada klinik desain grafis, I Wayan Wahyu Mahendra pada klinik fotografi, dan Eka Kurniawan tentunya pada klinik kepenulisan. Ketiga pembicara yang telah banyak menggerakan orang-orang dengan banyaknya karya mereka, siap menyebarkan semangat yang sama di Liliefors kali ini.

Sesuai yang direncanakan, Liliefors 2018 dibuka dengan mulus pada pukul 08.00 oleh Ketua Pelaksana Ghozy Alhaqqoni, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan sambutan dari berbagai perwakilan organisasi kampus seperti Senat Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa.

Klinik pertama yang membuka praktik adalah klinik desain grafis bersama komikus Sweta Kartika. Pencipta komik “The Dreamcatchers” yang telah diterbitkan oleh penerbit mayor ini membuka forum dengan menceritakan pengalaman masa kecilnya yang dipenuhi dongeng dari orang tua. Ia meyakini bahwa dongeng-dongeng penuh tata nilai ini yang menumbuhkan benih kecintaannya dalam membuat karya, karena menurutnya yang terpenting dalam mengembangkan komik adalah cerita dan tata nilai yang ditawarkan di dalamnya. Selain itu, peraih gelar Master of Arts dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ini juga memberikan bumbu lokal pada setiap karya yang dihasilkan. Namun, Sweta berpesan agar fungsi kearifan lokal nusantara yang sangat banyak jumlahnya itu bukan hanya sebagai tempelan, tetapi perlu juga dilakukan eksplorasi agar kita memahami setiap esensi dalam budaya tersebut, sehingga dapat kita gunakan tata nilai di dalamnya agar sampai dengan cara yang lebih mudah dipahami masyarakat.

Photo by: Eliza Tiara D.

Selanjutnya, dibuka klinik fotografi bersama fotografer asal Bali, I Wayan Wahyu Mahendra. Sebelum memulai sesi lebih mendalam, Wahyu mempertunjukkan sebuah video tentang dirinya mulai dari masalah kesehatan yang ia alami, keadaan keluarganya, dan kehidupannya saat ini sebagai seorang fotografer. Tajuk utama yang ia bawakan adalah bagaimana cara ‘mencuri’ yang baik sebagai seorang kreator. Fotografer yang telah menjalin kerjasama fotografi bersama banyak sekali perusahaan dan produk ternama ini kemudian menggamblangkan makna mencuri yang ia maksud yaitu memformulasikan berbagai inspirasi yang kita dapatkan dari banyak orang, untuk kemudian menghasilkan identitas kita sendiri. Kita perlu mengakui bahwa motivasi dan inspirasi untuk berkarya bisa datang dari siapa saja. “Berdirilah dekat dengan orang berbakat,” ujarnya.

Setelah digelar games berupa quiz mengenai pengetahuan umum yang berlangsung seru dan dipenuhi semangat para peserta, klinik berlanjut pada bidang penulisan. Penulis novel yang berhasil masuk daftar panjang Man Boooker International Prize pada tahun 2016, Eka Kurniawan, adalah pembicara yang mengisi klinik terakhir pada Liliefors 2018 ini. Pada kesempatan selama lebih kurang sembilan menit, Penulis novel “Manusi Harimau” yang karyanya telah ditranslasi ke dalam beberapa bahasa asing itu lebih banyak menggambarkan bagaimana ia bisa menemukan inspirasinya dalam menulis melalui pemahamannya terhadap sejarah. Sebagian besar novel Eka memang kental akan atmosfer masa lampau, yang secara khusus menjadi identitasnya sendiri. Penulis alumni jurusan filsafat Universitas Gadjah Mada ini juga menjabarkan karya-karya yang menjadi motivasinya dalam berkarya salah satunya Pramoedya Ananta Toer. Secara khusus, panitia penyelenggara Liliefors memberikan salah satu karya terbaik Eka, “Cinta Itu Luka”, kepada dua peserta yang terpilih untuk bertanya secara langsung.

Liliefors 2018 secara resmi ditutup oleh pembawa acara pada pukul 16.00 dan dilanjutkan dengan sesi penandatanganan buku dan meet and greet bersama Eka Kurniawan. Semoga semangat dan antusiasme yang lebih besar dapat meletus di penyelenggaraan tahun selanjutnya! Bravo MK!

Photo by:





Stay Tuned

Copyright © 2023 Media Kampus STIS